Rabu, 25 Oktober 2017

Gawai Super Canggih

Gawai Super Canggih
Oleh : Enok Yanti
SMPN 4 Maja – Kab. Majalengka

Sebal, itulah yang saya rasakan ketika sedang mengajak berbicara tapi Anda malah asyik bercengkrama dengan gawai (baca; smarthphone). Kok bisa sih, lebih memperhatikan gawai daripada orang yang berbicara di hadapan Anda ? Jemari Anda begitu lincah memainkan huruf-huruf yang ada di gawai. Saya yakin dan percaya tulisan hasil kelincahan jemari Anda  akan dikirimkan via sms atau japri via WA (WhatssApp). Terkadang meski tidak mengetik, jemari Anda lincah mencari tombol-tombol untuk mencari video ataupun mengunduh foto yang terkirim via WA.
Sahabat ..., ketika berkomunikasi tentu ada sopan santun yang mesti diperhatikan. Begitu pula dalam Islam, semua aktivitas dalam kehidupan di dunia fana ini ada petunjuknya termasuk adab berkomunikasi. Ketika dalam berkomunikasi sudah mengikuti nilai-nilai keislaman insyaallah yang akan timbul adalah dampak positif untuk mendatangkan kebaikan di dunia maupun di akhirat kelak. Apakah gerangan adab berkomunikasi menurut islam ? yuk kita kupas satu persatu.
1.       Merendahkan suara saat berbicara
Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain usahakan untuk merendahkan suara. Tidak usah berbicara dengan nada tinggi karena boleh jadi orang yang diajak berbicara akan merasa sedang dimarahi. Kapan kita berbicara dengan suara keras ? misalnya ketika sedang berbicara di dalam ruangan yang luas dan suara kita tidak akan terdengar kalau dengan suara yang rendah. Kembali tentang bersuara lunak atau rendah, contoh ketika berdo’a kita harus merendahkan suara. Karena berdo’a sebetulnya kita sedang berbicara atau berkomunikasi dengan Allah SWT. Tidak elok kalau sedang berkomunikasi dengan Allah, kita berteriak-teriak (jangan-jangan nanti disangka kerasukan, hehehe...). Al Qur’an pun mengisyaratkan bahwa berbicara harus dengan suara yang rendah yaitu kisah Luqman yang menasehati putranya (Q.s Lukman:19).
وَٱقۡصِدۡ فِي مَشۡيِكَ وَٱغۡضُضۡ مِن صَوۡتِكَۚ إِنَّ أَنكَرَ ٱلۡأَصۡوَٰتِ لَصَوۡتُ ٱلۡحَمِيرِ ١٩
Artinya :
19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Meski diisyaratkan kita merendahkan suara ketika berkomunikasi tetapi bukan berarti berbisik-bisik. Ketika kita sedang berkumpul dengan banyak orang maka sebagian yang lain tidak diperbolehkan untuk berbisik-bisik. Hati-hati lho, jangan sampai ada orang yang tersinggung. Mengapa demikian ? karena boleh jadi orang lain tersinggung karena mengira yang berbisi-bisik tersebut sedang bergunjing tentang dirinya.
2.       Tidak memotong atau menyela pembicaraan orang lain
Ketika orang lain sedang melakukan pembicaraan, dengarkanlah sampai tuntas. Jangan memotong atau menyela pembicaraan orang lain. Kalaupun Anda harus menyela pembicaraan orang lain maka minta izinlah. Insyaallah orang yang sedang melakukan pembicaraan dengan senang hati mengizinkan Anda. Lain halnya kalau Anda selalu memotong atau menyela pembicaraan orang lain, boleh jadi merasa terganggu atau malah jadi malas lagi untuk melanjutkan pembicaraan. Nah, kalau sudah seperti ini repot kan akhirnya ?
3.       Berbicara dengan Lemah lembut (Qaulan layina)
Berbicara dengan lemah lembut penuh keramahan akan menyebabkan komunikan (yang diajak berkomunikasi) merasa nyaman. Orang yang terbiasa bertutur kata lemah lembut ketika mendengar ucapan dengan nada tinggi akan merasa tersinggung apalagi jika menggunakan kata-kata kasar. Seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an kisah tentang Nabi Musa dan Harun supaya berbicara dengan lemah lembut / tidak kasar kepada Fira’un.
فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ ٤٤
Artinya :
44. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". (QS. Thaha : 44)

4.       Menyampaikan perkataan yang benar (Qaulan sadida).
Katakanlah yang haq (benar) meskipun pahit atau menyakitkan. Itulah yang semestinya kita lakukan ketika berkomunikasi dengan orang lain. Seperti diriwayatkan dalam Hadits Ibnu Hiban : “Katakanlah yang haq / benar meski pahit atau menyakitkan”. Sahabat... ketika kita bertutur, sampaikanlah perkataan yang benar jangan berdusta, merekayasa atau memanipulasi data (hehehe... seperti penelitian saja memakai bahasa ilmiah ya...). Jangan salah lho sahabat... meski kita dianjurkan untuk berkata jujur tetapi kalau ada yang sesuatu yang menuntut kita untuk berbohong barangkali dibolehkan. Misalnya jika kita ditanya tentang keberadaan seorang untuk dibunuh oleh orang yang bersangkutan maka hukumnya wajib kita berdusta meski kita tahu keberadaan orang yang akan dibunuh tersebut. Duh... serem ya ? seperti di tayangan televisi saja ada orang mau dibunuh. Jangan salah lho sahabat... di lingkungan sekitar kita juga pernah ada yang akan saling bunuh. Masih berbekas dalam memori saya ketika masih kecil, ada tetangga yang mau saling bunuh karena masalah keluarga sih katanya.  
5.      Menyimak pembicaraan dengan seksama
Ketika orang lain berbicara maka kita mendengarkan dengan seksama. Kalau bisa tatap wajah si pembicara untuk membuktikan bahwa kita memperhatikannya.  Tetapi kalau tidak bisa memandang wajah karena bermaksud menjaga pandangan (seperti saya, terkadang malu kalau beradu pandang terus menerus meski sedang mengobrol), tetap memperlihatkan bahwa kita sedang memperhatikannya.
6.       Fokus ketika berkomunikasi dengan orang lain.
Sahabat... sudahkan Anda fokus ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain ? Usahakan kita mendengarkan pembicaraan orang lain tanpa harus diganggu dengan kelincahan jari jemari mengotak ngatik huruf di gawai. Suatu saat ketika kita harus menjawab sms ataupun telpon, minta izinlah sebelum nanti melanjutkan lagi pembicaraan.
Nah... itulah beberapa adab dalam berkomunikasi. Kalau kita perhatikan dalam kehidupan sehari-hari, ada orang yang sudah melaksanakan adab berkomunikasi dengan betul tapi tidak sedikit juga yang masih mengabaikannya. Apalagi untuk adab berkomunikasi point terakhir, tidak sedikit di antara teman, sahabat yang masih belum bisa mengimplementasikannya. Apakah gerangan ? saya perjelas kembali yaitu berkomunikasi sambil asyik becengkrama dengan gawai yang super canggih. Mengapa super canggih ? Buktinya ketika ada orang yang mengajak berbicara tetap saja gawai yang dinomersatukan. Saya yakin dan percaya, orang yang sedang berbicara berhadap-hadapan tapi masih saja memperhatikan sms, japri via wa, line atau apapun itu namanya orang yang bersangkutan tidak sadar. Kalau sadar hal tersebut bisa menyinggung perasaaan yang diajak berkomunikasi pasti Anda tidak akan melakukan hal tersebut kecuali ada hal yang sangat penting. JIka sadar, berarti gawai yang dipakai memang barang yang super canggih sehingga orang lain yang ada di hadapan pun jadi nomer dua. Berbahagialah kalau Anda termasuk orang yang mau mendengarkan pembicaraan orang lain tanpa terganggu oleh gawai. Berbahagia pula lah yang bisa mengimplementasikan adab berkomunikasi menurut islam.

#Salam Literasi!#

Kamis, 19 Oktober 2017

BUAH KESABARAN DAN KERJA KERAS

Alhamdulillah, itulah kata pertama yang meluncur dari mulut saya ketika mendengar dua orang siswa SMPN 4 Maja masuk sebagai peserta Jambore Literasi. Jangan salah lho, ini Jambore Literasi Jawa Barat tahun 2017. Bahagia, bangga, terharu, dan sedih bercampur menjadi satu tatkala melihat nama mereka tertulis sebagai peserta Jambore Literasi. Dua orang siswa SMPN 4 Maja yang lolos tersebut yaitu Dea Puji Amalia dan Nesva Nur Oktaviani.
Mengapa rasa bahagia, bangga, terharu dan sedih bisa bercampur menjadi satu ? hehe...seperti permen nano-nano saja ya. Sahabat, Tentu saja semua itu ada alasannya. Pertama, perasaan bahagia karena salah satu siswa bimbingan saya yang bernama Dea Puji Amalia terpilih menjadi peserta Jambore Literasi Jawa Barat. Kedua, perasaan bangga karena siswa SMPN 4 Maja mampu menjawab tantangan program Literasi Jawa Barat yang terkenal dengan sebutan WJLRC (West Java Leader Reading Chalenge). Ketiga, perasaan terharu. Terharu karena Dea maupun Nesva bisa menjadi duta Literasi SMPN 4 Maja dari unsur siswa. InsyaAllah mereka akan mengharumkan sekolah disadari ataupun tidak karena mereka bisa berkiprah di level Provinsi. Terakhir perasaan sedih. Mengapa sedih ? itulah perasaan saya ketika tahu bahwa tidak semua siswa yang ikut program WJLRC tidak lolos untuk mengikuti ajang Jambore Literasi Jawa Barat 2017. Terutama ketika mengingat anak-anak bimbingan saya yang lolos hanya seorang dari 5 (lima) orang. Tapi percayalah, saya tetap dan akan terus menghargai usaha mereka yang telah berjuang untuk bisa menjawab tantangan membaca buku beserta review nya selama sepuluh bulan.
Terkenang kembali dalam ingatan akan perjalanan literasi yang penuh liku. Berawal dari cerita ketika saya sebagai Guru IPS SMPN 4 Maja Kabupaten Majalengka diundang oleh Direktorat PSMP Kemdikbud untuk mengikuti pelatihan “Bridging Course dan Literasi”. Alhamdulillah mendapat kesempatan untuk mengikuti pelatihan tersebut, karena tentunya tidak semua orang beruntung mengikuti pelatihan tersebut yang dilaksanakan di Hotel Cavinton Yogyakarta 21-25 Juni 2016.
Bagaimana tidak bersyukur, karena waktu itu hanya ada 5 orang perwakilan dari Kabupaten Majalengka untuk berangkat ke “Negeri Awan” (sebutan lain kota Yogyakarta selain kota pendidikan). Lima orang tersebut merupakan perwakilan dari mapel IPS yang diwakili saya sendiri, mapel Bahasa Ingris yang diwakili oleh Guru Bahasa Inggris SMPN 1 Rajagaluh, guru mapel IPA yang diwakili oleh Guru IPA SMPN 1 Lemah Sugih, mapel Matematika yang diwakili oleh Guru Matematika SMPN 3 Majalengka dan mapel Bahasa Indonesia yang diwakili oleh Guru Bahasa Indonesia SMPN 1 Palasah. Jadi, berangkatlah kami ber-lima mewakili Kabupaten Majalengka untuk memenuhi undangan Direktorat PSMP Kemdikbud tersebut.
Satu hal yang membuat saya bertekad ingin mengimplementasikan hasil pelatihan Bridging Course yaitu pelaksanaan GLS. GLS atau Gerakan Literasi Sekolah berdasarkan Permendikbud no. 53 tahun 2015 (tentang penumbuhan budi pekerti) dimulai dengan penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca buku fiksi maupun non fiksi. Sedangkan di sekolah lain ada yang sudah melaksanakan program literasi dari Provinsi Jawa Barat yaitu WJLRC (sekolah pionir, saya dengar kebetulan baru 5 sekolah waktu itu di Majalengka). Luar biasa tantangan untuk melaksanakan Gerakan Literasi Sekolah untuk bisa terwujud. Karena suatu program bisa terwujud jika ada kolaborasi dengan pihak lain yang berkompeten. Dengan kata lain semua pihak harus terlibat dari mulai warga sekolah, komite yang harus mendukung juga masyarakat sebagai orang tua siswa itu sendiri.
Virus Literasi semakin menjalar dalam tubuh kian tidak terbendung. Akhirnya saya bergabung dengan Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat (KPLJ) yang digawangi oleh Pa Idris dari LPMP Jabar. Alhamdulillah, sahabat... pada Desember 2016 lahirlah karya saya dengan warga KPLJ yaitu sebuah buku yang berjudul “Guru Menyemai Benih Literasi”. Terus terang saja, saya semakin kecanduan menulis. Februari 2017 lahir lagi karya yang berjudul “Berpuisi Bangun Budaya Literasi”. Kemunculan dua karya perdana tersebut semakin memotivasi diri untuk terus berkarya. Seraya bergumam, ayo kamu pasti bisa untuk bisa menelorkan karya sendiri !!! InsyaAllah. Ingatlah ada pepatah “gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang manusia mati meninggalkan amal”. Saya tambahkan ya sahabat... “Guru mati meninggalkan Karya”. Hehehe...
Hingga pada akhinya ada program WJLRC dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mempebolehkan sekolah mendaftar sendiri kepada Disdik Jabar untuk menjadi sekolah pelaksana WJLRC. Gayung bersambut, akhirnya SMPN 4 Maja mendaftarkan diri untuk mengikuti program WJLRC. Luar biasa, di luar dugaan ternyata siswa banyak yang berminat mengikuti program WJLRC. Tantangan membaca dari program WJLRC di SMPN 4 Maja dimulai dari Desember 2016 sampai dengan September 2017. Meskipun memang akhirnya di penghujung tantangan program WJLRC hanya 2 siswa yang terukir namanya sebagai peserta Jambore Literasi Jawa Barat 2017.
Oh iya sahabat... meskipun sama-sama untuk memupuk minat baca siswa, GLS dengan WJLRC ada perbedaannya lho. GLS mempunyai tiga tahapan dari mulai tahap I pembiasaan, tahap II pengembangan dan tahap III pembelajaran. Tahap pembiasaan merupakan tahapan penumbuhan minat baca melalui kegiatan membaca selama 15 menit. Pelaksanaannya boleh di awal jam pembelajaran, setelah istirahat ataupun bisa sebelum pulang sekolah dengan tidak mengurangi jam pelajaran tentunya. Tahap pengembangan merupakan tahapan untuk meningkatkan literasi melalui kegiatan menanggapi buku pengayaan. Tahapan yang ketiga yaitu tahapan pembelajaran yaitu meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan cara menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca pada semua mata pelajaran. Artinya... Literasi itu bukan hanya milik pelajaran tertentu, ya sahabat. Hal tersebut terbukti dengan adanya kurikulum 2013 revisi yang mewajibkan di RPP semua mata pelajaran harus mengintegarasikan literasi dan pendidikan karakter tentunya.
Nah... sekarang kita kupas sedikit tentang WJLRC (West Java Leader Reading Chalenge). WJLRC merupakan suatu program tantangan membaca untuk para Guru dan siswa di sekolah dari para pemimpin pemerintahan tertinggi dalam suatu wilayah, dalam hal ini pemerintah Provinsi Jawa Barat. Artinya bahwa program WJLRC merupakan bentuk dukungan Provinsi Jawa Barat dan penguatan implementasi terhadap Gerakan Literasi Sekolah yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Kalau di GLS ada kegiatan membaca 15 menit setiap hari, maka di WJLRC ada Readhaton (membaca 42 menit) secara berkala. Selanjutnya kalau di GLS ada membaca tagihan, maka di WJLRC ada menulis revieuw buku. Review buku dengan teknik deskripsi, Ychart, Ishikawa Fishbone dan teknik grafis. Tentu saja setelah review ada kegiatan mempresentasikan hasil review dan mendiskusikannya.
Akhirnya, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bahu membahu dalam pelaksanaan GLS maupun WJLRC di sekolah kita tercinta. Spesial saya ucapkan terima kasih kepada kepala SMPN 4 Maja yang telah mendukung penuh program GLS terutama WJLRC semoga kegiatan literasi semakin membumi. Saya berharap semoga kegiatan literasi bukan hanya sampai membaca, menulis dan mengemukakan pendapat secara lisan. Tetapi Literasi maknanya lebih jauh dari itu, guru maupun siswa bisa menghasilkan karya dalam suatu tulisan. Dialah yang bernama Buku. Sahabat... semoga kita semua menjadi insan yang Literat. Ayo akhiri perbincangan kita kali ini dengan slogan yang luar biasa “Guru Mulia Karena Karya”. Man Jadda Wa Jadda, barangsiapa yang bersungguh-sungguh tentu akan berhasil. Alhamdulillah.... “Buah kesabaran dan kerja keras” akhirnya berbuah manis. # Salam Literasi !!! #